Banyak pendapat yang mengatakan bahwa Islam kini tengah diserang, tengah diracuni keyakinannya, dan tengah disusupi sehingga dengan sendirinya akan hancur dari dalam. Dan semua tuduhan ternyata sudah dilayangkan jauh-jauh hari kepada Amerika sebagai negara yang membenci Islam. Kehadiran Presiden Obama ke Indonesia pun sempat ditolak oleh beberapa ormas dan organisasi mahasiswa. Tentu saja mereka mengatasnamakan pembelaan terhadap Islam. Namun apakah benar Islam tengah dijajah? Atau Indonesia yang dijajah? Siapakah yang hendak Amerika hancurkan? Islam? Atau Indonesia? Bagaimana jika Indonesia beragama mayoritas Hindu? Apakah Hindu yang akan dicap sebagai teroris?
Inilah yang harus kita selidiki sebagai warga negara yang sadar akan situasi dan kondisi negara ini. Kita beralih sejenak ke negara dimana Islam dilahirkan, Arab Saudi. Ternyata di sana kondisi Islam sangat sehat. Tanpa adanya tuduhan terorisme atau bahkan penyerangan negara lain. Padahal jika orang diluar Islam ingin menghancurkan Islam mereka tentunya harus mengahncurkan dulu pusatnya. Tapi kenyataanya mereka tidak menghancurkan Arab, tapi mengendalikannya. Maka wajar saja jika Arab hanya diam saja di saat Irak berselisih dengan Amerika. Diluar semua itu, Arab tetap aman dengan sumber minyaknya yang melimpah dan jemaah haji yang keluar masuk dari seluruh dunia. Selain itu, jika kita ingin mengatasnamakan Islam, ternyata di Arab sana orang-orang Islam telah menjadi pembunuh utama dan penyiksa ulung saudara-saudara kita yang menjadi TKI. Dan untuk ke sekian kalinya pemerintah hanya bisa memulangkan mereka dan memberikan perawatan setelah nyawa mereka sampai di leher.
Arab yang makmur dan TKI yang terus menerus disiksa tentu bukan indikator terjajahnya Islam di mata dunia. Sehingga wajib bagi kita, rakyat Indonesia, untuk mengambil kesimpulan yang lebih spesifik bahwa Indonesia tengah dijajah, bukan Islam. Tentunya ada beberapa alasan mengapa Indonesia yang menjadi sasaran empuk para negara maju. Pertama, secara potensi alam Indonesia memiliki sumber daya alam yang tidak dapat diragukan lagi. Kedua, rakyat Indonesia berasal dari berbagai suku, etnis, dan agama yang berbeda-beda dan itu merupakan nilai lebih bagi kita untuk dipecah-belah dan dihasut untuk salaing menyerang. Ketiga, kepribadian rakyat Indonesia yang cenderung konsumtif menjadikan negara ini pasar yang menjanjikan bagi industri luar negeri sehingga pada saat mereka inginkan mereka bisa menghentikan ekspor tersebut dan membuat Indonesia lemah selemah-lemahnya. Hal ini bisa dilihat bagaimana ketergantungan mata uang kebanggan kita, Rupiah, sangat tergantung dengan kestabilan nilai mata uang Dollar. padahal bukan tidak mungkin jika Indonesia ingin kuat seperti negara-negara Uni Eropa yang sudah mandiri dengan mata uang Euronya.
Dalam kajian Geografi Regional, Indonesia memiliki batas wilayah formal – batas yang didasarkan keadaan fisik yang terlihat – yang sangat luas. Sedangkan batas wilayah nodal – batas yang didasarkan atas pengaruh budaya, politik, ekonomi, dan lain-lain yang tidak dapat terlihat – yang sangat sempit. Sehingga dapat disimpulkan bahwa negara kita adalah sebuah negara yang luas, potensial, dan mandiri. Namun jika dilihat secara dekat ternyata negara adalah negara yang hancur, bobrok, dan lemah. Sehingga tidak salah jika salah satu sahabat Rasulullah saw, Ali bin Abi Thalib ra, mengatakan, “Alangkah buruknya orang yang rupawan namun bodoh. Ia ibarat sebuah rumah yang dihuni seorang penjahat.” Dan perkataan beliau sangat relevan sekali dengan keadaan kita saat ini. Indonesia adalah orang rupawan, sedangkan kita adalah kebodohannya.
Dalam hal penulis tidak bermaksud merendahkan Islam atau pun menjelek-jelekkan negara yang kita cintai ini. Namun penulis bermaksud untuk memberikan sedikit pengalaman untuk tidak mudah terhasut masalah yang bermotif agama. Selain itu, kita pun harus membedakan belajar dengan menolong. Kita tidak diwajibkan memiliki kemampuan dan pengalaman untuk belajar namun kita diwajibkan mampu dan berpengalaman dalam menolong agar pertolongan kita tidak sia-sia. Bangun dan kuatkanlah negeri kita dulu dan setelah itu kita bisa mengirim kedamaian untuk para saudara kita yang tengah bertempur di negeri yang jauh disana. Hidup ini bukanlah masalah benar atau salah, tapi bijaksanalah dalam menangani berbagai persoalan yang menimpa. Karena kebenaran itu adalah relatif bagi setiap manusia.
artikel menarik di penghujung tahun 2010..
BalasHapus