Tingkat kesuksesan seorang manusia bisa dilihat dari banyak faktor yang salah satunya adalah pendidikan. Semakin tinggi tingkat pendidikan yang diselesaikan oleh seseorang, maka semakin tinggi pula kualitas hidup orang tersebut. Misalnya, seseorang yang berijazah S1 akan mendapatkan pekerjaan yang lebih tinggi upahnya daripada seseorang yang berijazah SMA. Dari keadaan tersebut, maka pemerintah pun aktif dalam peningkatan kualitas pendidikan yang mereka selenggarakan untuk mencapai kesejahteraan negara. Selain kesejahteraan, pendidikan pun dimaksudkan untuk meningkatkan produktivitas masyarakat agar mereka tidak hanya sekedar mengikuti perkembangan zaman, tapi juga membuat perubahan zaman.
Sebenarnya masih banyak lagi tujuan dari pendidikan yang tentunya tidak kalah pentingnya dari yang telah disebutkan di atas. Sehingga, sangat penting bagi kita selaku manusia yang sadar akan pendidikan untuk terus menerima pendidikan. Adapun contoh kegiatan dari proses pendidikan itu sendiri adalah belajar, mengerjakan tugas, melakukan eksperimen, hingga ujian untuk menguji kemampuan kita. Semua kegiatan tersebut telah terangkum dan terencana dalam suatu kurikulum yang disusun oleh pemerintah, dalam hal ini dinas pendidikan. Setelah tiu kurikulum pun disusun kembali oleh para pendidik sehingga pendidikan yang diselenggarakan menarik bagi para peserta didik. Dari kurikulum tersebut, diharapkan para peserta didik yang mengikuti kegiatan pendidikan bisa mencapai tujuan yang diharapkan dan menjalani proses pendidikan dengan semangat dan antusias.
Sekilas dari uraian tadi, kita bisa melihat bahwa ada suatu kerja keras dari penciptaan suatu proses pendidikan. Kerja keras yang diharapkan bisa berdampak baik dan efektif untuk menghasilkan generasi penerus yang berkualitas unggul. Kerja keras yang diharapkan peserta didik bisa menerima proses pendidikan sebagai suatu kebutuhan, bukan tuntutan. Namun apakah benar seperti itu pandangan peserta didik kita?
Sebagai permulaan, kita tak perlu membahas pandangan mahasiswa, namun di sini kita akan membahas bagaimana pandangan peserta didik yang masih duduk di bangku SD,SMP, dan SMA. Karena secara umum, pola belajar siswa di ketiga tingkatan tersebut hampir sama, yang berbeda hanyalah kapasitas ilmu yang diberikan. Disebut memiliki pola belajar yang hampir sama karena mereka memiliki jadwal belajar yang hampir sama, yaitu masuk pada pukul 07.00 dan pulang pada siang hari disesuaikan dengan jam belajar. Lalu mereka pun lebih cenderung untuk menerima materi daripada mencari materi untuk belajar. Ditambah lagi dengan penegakkan disiplin yang cukup ketat membuat mereka harus memperhatikan penampilan dan sikapnya di lingkungan sekolah. Semua hal tersebut merupakan rangkaian dari suatu proses pendidikan.
Bagi para pendidik dan calon pendidik, kegiatan tersebut merupakan hal wajib untuk dilakukan oleh seluruh peserta didik dan diharapkan menjadi suatu karakter atau kebiasaan bagi mereka. Tidak hanya kegiatan yang tadi disebutkan, bahkan pelajaran yang disampaikan pun diharapkan disukai oleh para peserta didik. Namun di sisi lain, para peserta didik kegiatan tersebut merupakan suatu hal yang percuma dan tidak perlu dilakukan. Bahkan, jika seorang pendidik berharap pelajarannya disukai, maka peserta didik berharap sang pendidik untuk tidak masuk kelas.
Hal ini bisa dilihat dari tingkat pelanggaran peraturan yang dilakukan oleh para siswa, seperti berseragam tidak sesuai aturan, menyontek saat ujian, atau bahkan membolos dari kelas dan pergi bermain entah kemana. Mungkin bagi mereka hal ini merupakan suatu kenangan indah di masa kecil dan remaja yang akan selalu mereka kenang dan mereka ceritakan pada junior mereka, namun bagi para pendidik hal ini adalah suatu indikator kegagalan dari penyelenggaraaan proses pendidikan. Oleh karena itu, sangatlah penting bagi seorang pendidik untuk memperhatikan kondisi fisik dan psikis. Karena masalah dari suatu proses penyelenggaraan pendidikan bukan hanya uang iuran dan buku pelajaran atau fasilitas lainnya. Tapi masalah hati pun perlu kita perhatikan, seperti kecenderungan seorang siswa terhadap suatu bidang, potensi siswa yang bisa diarahkan oleh pendidik,atau bahkan kekhawatiran siswa akan kegagalannya dalam ujian. Ini merupakan pekerjaan rumah bukan hanya bagi pendidik, tapi juga semua orang yang peduli akan kemajuan pendidikan kita.
Fakta-fakta yang ada di lapangan seharusnya menyadarkan kita, bahwa sudah saatnya kurikulum pendidikan yang ada harus dibuat suatu inovasi agar setiap proses pendidikan yang diselenggarakan dapat diikuti oleh para peserta didik dengan dasar motivasi yang kuat karena sesuai dengan minat dan bakat. Jika hal demikian sudah bisa tercapai, maka kesamaan pandangan terhadap pendidkan antara pendidik dan peserta didik akan terjadi dengan sendirinya. Sekali lagi penulis sampaikan, bahwa tugas ini tidak hanya ditujukan bagi para pendidik, tapi siapapun yang bisa membuat perubahan, ada baiknya untuk dilaksanakan sesegara mungkin dan seoptimal mungkin. Mudah-mudahan untuk beberapa tahun ke depan, Indonesia bisa menjadi anggota dari negara-negara dengan pendidikan yang unggul.
Assalamu'alaikum..
BalasHapusakh..syukran jiddan ya ...
=)
keep Hamasah BooZ...!!