Senin, 30 Agustus 2010

Nuzulul Quran, Refleksi Akhlak Rasulullah

“Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan Alquran, sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil).” (QS. Al-Baqarah : 185)

      Tidak terasa kini umat Islam telah memasuki telah memasuki hari ke-17 bulan Ramadhan. Hari yang diyakini sebagai waktu turunnya Alquran yang sekarang sangat mudah untuk didapatkan lalu dibaca oleh para penganut agama Islam. Bahkan akhir-akhir ini Alquran digital pun rasanya sudah tidak menjadi hal yang asing lagi bagi umat Islam Indonesia. Karena sudah banyak merek telepon genggam yang sudah menawarkan fasilitas semacam ini. Sehingga sudah tidak perlu lagi dipermasalahkan mengenai ukuran dan bobot fisik dari Alquran itu sendiri karena kini Alquran sudah dapat dibawa dengan mudah hanya dalam satu genggaman tangan dan dibuka dengan sentuhan jari.    
     Selain kemudahan, Alquran yang sekarang masih memiliki keaslian yang tetap terjaga seperti pada saat pertama kali diturunkan. Lebih jauh lagi, banyak para muslim tidak perlu lagi khawatir akan pembajakan Alquran karena sudah banyak para hafidz yang senantiasa menjadi salah satu perantara Allah SWT dalam menjaga keaslian Alquran. Dengan demikian, barbagai kemudahan dan jaminan keaslian yang ada, umat Islam seharusnya bisa mengoptimalkan keadaan ini dengan senantiasa membaca Alquran dan mengamalkannya.
       Semua kemudahan yang sekarang dirasakan tentunya tidak terlepas dari peran seorang manusia yang setia membawa risalah dari Allah SWT dan menyampaikannya kepada seluruh umat manusia, Rasulullah SAW. Seorang laki-laki pilihan Allah yang berakhlak paling mulia, ibadah yang paling sempurna, dan pemaaf yang paling baik diantara semua manusia di dunia ini. Bukanlah sesuatu yang mudah untuk menerima wahyu dan menyampaikannya hingga wahyu tersebut sampai kepada kita yang berbeda masa dengan beliau. Banyak hambatan dan ujian yang beliau hadapi dalam proses dakwah ini. Mulai dari penghinaan, pengucilan, sampai ancaman pembunuhan yang datang dari pamannya sendiri. Namun Rasulullah SAW tidak menyelesaikan semua masalah ini dengan amarah dan balas dendam. Justru pintu maaf yang amat lebar beliau sediakan untuk orang-orang yang telah mencelakainya.
    Sayangnya contoh yang telah beliau tunjukkan kepada kita selaku umatnya belum dapat kita ikuti dengan cukup baik. Hal tersebut berawal dari perubahan keadaan sosial yang kini sudah tidak lagi bernuansa ketimuran. Bahkan dalam acara reality show di beberapa stasiun televisi swasta menayangkan beberapa masalah yang selalu dihadapi oleh masyarakat dengan amarah. Begitu juga yang terjadi di masyarakat yang sebenarnya. Bangsa Indonesia ini sepertinya telah terwarnai oleh faham liberalisme yang menjadikan kita lebih mementingkan diri sendiri daripada orang lain. Selain itu, tidak kalah pula dengan budaya mengeluh yang ada di negara Indonesia ini. Yang senantiasa berkomentar tanpa mengambil tindakan yang pasti untuk memperbaiki suatu kerusakan. Sehingga tidaklah heran jika ada sebuah pepatah yang mengatakan, “Kemerdekaan itu diperjuangkan oleh orang-orang ikhlas, dimenangkan oleh orang-orang berani, namun dinikmati oleh para pengecut.”
    Bangsa yang sudah merdeka ini tidak seharusnya bercerai-berai dan gemar mengkritik tanpa memberikan solusi. Ada kalanya bila rakyat menginginkan perubahan mereka harus mempercayai pemimpinnya secara utuh. Begitu pula dengan para pemimpin yang tidak boleh diam saja menerima kepercayaan rakyatnya. Jangan hanya karena segelintir pejabat yang melakukan korupsi rakyat menyebut pemerintahan saat ini sangat korup. Masyarakat mengatakan bahwa hidup di zaman ini sangat sulit namun entah mengapa kendaraan bermotor terus saja bertambah dan pusat perbelanjaan pun semakin ramai. Tidak terkecuali dengan para pejabat dan politikus yang kini sedang berebut image ‘bersih’ di mata masyarakat dengan saling merendahkan satu sama lain. Entah virus apa yang telah menjangkiti orang-orang di negeri ini sehingga Negara Indonesia yang damai, adil, makmur, dan sejahtera sepertinya sangat tidak mungkin untuk dicapai.
    Ramadhan khususnya hari ke-17 kali ini yang bertepatan dengan Nuzulul Quran seyogyanya menjadi saat yang tepat untuk bercermin kepada akhlak Rasulullah SAW. Bagaimana beliau menerima wahyu itu sendiri lalu bersedih dalam kesunyian karena orang-orang disekitarnya tidak ada yang mau mendengar seruannya. Padahal hal yang beliau lakukan semata-mata untuk memperingatkan dan memberi kabar gembira bagi orang-orang yang mengikuti seruannya. Bahkan yang senantiasa ia tangisi bukanlah keselamatannya melainkan keselamatan umatnya yaitu kita. Sikap peduli dan simpati menjadikan beliau dapat merasakan dan memahami kesulitan dari para sahabat dan orang-orang disekitarnya. Ditambah lagi dengan sifat pemurah beliau yang senantiasa memaafkan dan tidak pernah merendahkan orang lain sehingga Rasulullah mendapat gelar orang paling berpengaruh diantara 100 orang paling berpengaruh di dunia. Lalu, apa lagi yang diragukan untuk mencontoh perbuatan Rasulullah setelah ada bukti yang begitu jelasnya?


    Semoga Ramadhan kali ini bisa menjadi awal dari perubahan yang baik bagi bangsa ini. Puasa yang dilakukan saat ini hendaknya dapat ditransformasikan menjadi kebiasaan menahan diri yang kuat ke dalam kehidupan sehari-hari di bulan selain Ramadhan. Karena manusia yang paling kuat adalah manusia yang dapat menahan amarahnya dan mengendalikan setiap perilakunya. Dengan pribadi yang dapat saling mendengar dan saling memahami tentunya kita dapat memulai segala sesuatunya dari awal dan menciptakan suatu situasi dan kondisi yang diidam-idamkan bersama.   









Rabu, 18 Agustus 2010

Potensi Angin Tanpa Batas di Pantai Selatan Garut

     Dalam Geografi dikenal dengan adanya konsep distribusi , yaitu konsep yang menjelaskan bahwa Geografi mempelajari fenomena geosfer (permukaan bumi) yang tersebar di seluruh permukaan bumi dan semua fenomena tersebut ternyata tidak ada yang identik sama. Begitu pula yang ada di Indonesia yang dimana seluruh fenomena alamnya memiliki ciri khas tersendiri. Tentunya ciri khas tersebut bisa mendatangkan manfaat jika pengelolaannya dilakukan dengan baik. Salah satu ciri khas dari fenomena-fenomena tersebut ada di daerah sekitar pantai selatan Garut, tepatnya di Pantai Sayang Heulang Kecamatan Pameungpeuk Kabupaten Garut.Padahal secara fisik bentukan dari pantai ini tidak berbeda dengan bentukan pantai pada umumnya. Hanya saja karena kondisi dan letak geografisnya yang unik menjadikan pantai ini bisa menjadi salah satu sumber penghidupan bagi warga di sekitarnya.
    Secara asatronomis Pantai Sayang Heulang terletak di sekitar  07039’49,9”LS dan 107042’14,6”BB. Sedangkan secara geografis daerah ini terletak di bagian selatan Pulau Jawa yang langsung berbatasan dengan Samudera Hindia. Daerah Pantai Sayang Heulang memiliki bentuk pantai yang landai dan ditumbuhi oleh berbagai vegetasi  sekitar 250 meter dari garis pantai. Tak jauh dari garis pantai tersebut, sekitar 1 km terdapat sebuah fenomena langka yang terjadi di daerah tropis seperti Indonesia, yaitu sand dune.
Sand dune arau gumuk pasir merupakan gundukan bukit atau igir dari pasir yang terhembus angin. Dari fenomena inilah dapat dilihat bahwa Pantai Sayang Heulang memiliki karakteristik angin yang bertiup secara konstan dan dengan kelajuan yang cukup tinggi pula. Karena gumuk pasir setinggi 46 mdpl ini tak akan terbentuk jika “perantara pembawa” pasirnya tidak menunjang.  Karena proses pembentukkan gumuk pasir ini sama sekali tidak melibatkan fluida jenis lain kecuali angin. Angin yang bertiup dari arah laut menuju daratan membawa material-material pasir hasil sedimentasi baik dari laut maupun hulu sungai. Sehingga material-material pasir tersebut berkumpul di suatu tempat yang cukup jauh dari pengaruh pasang-surut air laut. Lebih jauh lagi, proses ini terus berlanjut hingga ribuan hingga puluhan ribu lamanya sehingga menjadi gumuk pasir yang sekarang. 
     Selain itu, daerah Pantai Sayang Heulang pun tercatat memiliki kecepatan angin dari perairan ke daratan sekitar 4,5 m/s atau sama dengan 16,2 km/jam yang diukur di garis pantai. Angin yang berderajat kecepatan 3 skala beaufort ini dapat disetarakan dengan angin yang dapat menggoyangkan dahan-dahan dan ranting-ranting kecil secara terus menerus. Ditambah lagi, dengan adanya gumuk pasir yang telah disebutkan menjadikan angin ini mendaki ke puncak dan bergabung dengan aliran udara diatasnya. Sehingga aliran udara yang dihasilkan bersifat streamline atau berbentuk garis arus yang searah dan beraturan. Adapun angin yang diatasnya itu adalah angin pasat. Angin pasat adalah aliran udara yang bergerak dari daerah berlintang sedang (300LS dan 300 LU) menuju daerah ekuator  (00)karena faktor panas yang diakibatkan oleh radiasi matahari. Angin ini bergerak dengan cakupan daerah yang luas dan bergerak pada ketinggian yang cukup tinggi pada bagian troposfer. Belum lagi ditambah dengan angin muson dan angin lokal yang juga bergabung pada bagian puncak gumuk pasir. Pada posisi ini tentunya angin yang bertiup akan memiliki kelajuan lebih dari 4,5 m/s. Disamping itu, setelah dilakukan survey ke tempat tersebut, ternyata angin yang berhembus pun hampir tidak berhenti selama kurang lebih 60 menit pada waktu sore hari. Ini menandakan bahwa berbagai macam aliran udara banyak yang terkumpul di daerah ini dan berhembus saling bergantian. Hasilnya angin yang sewaktu-waktu dapat berhenti dapat tertutupi oleh angin lain yang masih bertiup. Sehingga tidak diragukan lagi bahwa daerah potensial yang nampaknya tertinggal ini bisa menjadi sumber energi listrik baru yang lebih bersih dan ekonomis atau potensi lainnya yang memanfaatkan proses angin. 




    Fenomena sand dune yang unik ini menjadi salah satu penunjang dalam proses pergerakan aliran udara di daerah Pantai Sayang Heulang, Kabupaten Garut
    
     Sebenarnya tidak hanya di Pantai Sayang Heulang saja, tapi fenomena seperti ini diperkirakan ada di sepanjang pantai selatan Pulau Jawa yang tentunya memiliki kondisi  geografis yang mirip dengan Pantai Sayang Heulang. Belum lagi dengan pulau-pulau lain yang memiliki potensi angin  yang melebihi bayangan kita. Perlu diketahui bahwa Indonesia merupakan negara dengan garis pantai yang terpanjang, yaitu sekitar 80.791,42km. Oleh karena itu, sangat disayangkan jika tidak ada penelitian lebih lanjut tentang faktor pembentuk angin, berikut kelajuan dan aliran udaranya. Karena tidak mungkin pemerintah harus memasang Pembangkit Listrik Tenaga Angin (PLTA) di sepanjang garis pantai Indonesia. Para ilmuwan dituntut untuk dapat memberikan rekomendasi di mana tempat-tempat yang paling memberikan keuntungan untuk dijadikan PLTA.
     Namun setiap usaha yang direncakan tentunya tidak pernah luput dari segala macam kendala. Angin yang bertiup dari perairan laut menuju daratan dapat mengikis logam yang menjadi salah satu bahan bangunan kincir angin karena ia bersifat korosif. Harus dilakukan peneltian bagaimana cara mengantisipasi kendala ini, baik dengan melakukan pelapisan pada setiap bagian bangunan kincir atau mengganti beberapa bagian yang rawan dengan plastik. Belum lagi dengan masalah anggaran negara yang belum tentu ada untuk proyek sebesar ini.
     Tapi bagaimana pun juga, ternyata pemerintah pun sudah melirik potensi ini dengan Kebijakan Energi Nasional yaitu dengan menargetkan 250 megawatt (MW) listrik yang akan dihasilkan dari energi angin. Itu artinya, jika satu rumah memiliki konsumsi listrik sebesar 450 W maka listrik sebesar ini dapat mengalirkan listrik ke sebanyak  kurang lebih 555.000 rumah. Dengan demikian, kita tinggal menunggu aksi dari pemerintah untuk mencapai Indonesia yang lebih baik dengan energi yang memadai untuk rakyatnya, semoga.