“Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan Alquran, sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil).” (QS. Al-Baqarah : 185)
Tidak terasa kini umat Islam telah memasuki telah memasuki hari ke-17 bulan Ramadhan. Hari yang diyakini sebagai waktu turunnya Alquran yang sekarang sangat mudah untuk didapatkan lalu dibaca oleh para penganut agama Islam. Bahkan akhir-akhir ini Alquran digital pun rasanya sudah tidak menjadi hal yang asing lagi bagi umat Islam Indonesia. Karena sudah banyak merek telepon genggam yang sudah menawarkan fasilitas semacam ini. Sehingga sudah tidak perlu lagi dipermasalahkan mengenai ukuran dan bobot fisik dari Alquran itu sendiri karena kini Alquran sudah dapat dibawa dengan mudah hanya dalam satu genggaman tangan dan dibuka dengan sentuhan jari.
Selain kemudahan, Alquran yang sekarang masih memiliki keaslian yang tetap terjaga seperti pada saat pertama kali diturunkan. Lebih jauh lagi, banyak para muslim tidak perlu lagi khawatir akan pembajakan Alquran karena sudah banyak para hafidz yang senantiasa menjadi salah satu perantara Allah SWT dalam menjaga keaslian Alquran. Dengan demikian, barbagai kemudahan dan jaminan keaslian yang ada, umat Islam seharusnya bisa mengoptimalkan keadaan ini dengan senantiasa membaca Alquran dan mengamalkannya.
Semua kemudahan yang sekarang dirasakan tentunya tidak terlepas dari peran seorang manusia yang setia membawa risalah dari Allah SWT dan menyampaikannya kepada seluruh umat manusia, Rasulullah SAW. Seorang laki-laki pilihan Allah yang berakhlak paling mulia, ibadah yang paling sempurna, dan pemaaf yang paling baik diantara semua manusia di dunia ini. Bukanlah sesuatu yang mudah untuk menerima wahyu dan menyampaikannya hingga wahyu tersebut sampai kepada kita yang berbeda masa dengan beliau. Banyak hambatan dan ujian yang beliau hadapi dalam proses dakwah ini. Mulai dari penghinaan, pengucilan, sampai ancaman pembunuhan yang datang dari pamannya sendiri. Namun Rasulullah SAW tidak menyelesaikan semua masalah ini dengan amarah dan balas dendam. Justru pintu maaf yang amat lebar beliau sediakan untuk orang-orang yang telah mencelakainya.
Sayangnya contoh yang telah beliau tunjukkan kepada kita selaku umatnya belum dapat kita ikuti dengan cukup baik. Hal tersebut berawal dari perubahan keadaan sosial yang kini sudah tidak lagi bernuansa ketimuran. Bahkan dalam acara reality show di beberapa stasiun televisi swasta menayangkan beberapa masalah yang selalu dihadapi oleh masyarakat dengan amarah. Begitu juga yang terjadi di masyarakat yang sebenarnya. Bangsa Indonesia ini sepertinya telah terwarnai oleh faham liberalisme yang menjadikan kita lebih mementingkan diri sendiri daripada orang lain. Selain itu, tidak kalah pula dengan budaya mengeluh yang ada di negara Indonesia ini. Yang senantiasa berkomentar tanpa mengambil tindakan yang pasti untuk memperbaiki suatu kerusakan. Sehingga tidaklah heran jika ada sebuah pepatah yang mengatakan, “Kemerdekaan itu diperjuangkan oleh orang-orang ikhlas, dimenangkan oleh orang-orang berani, namun dinikmati oleh para pengecut.”
Bangsa yang sudah merdeka ini tidak seharusnya bercerai-berai dan gemar mengkritik tanpa memberikan solusi. Ada kalanya bila rakyat menginginkan perubahan mereka harus mempercayai pemimpinnya secara utuh. Begitu pula dengan para pemimpin yang tidak boleh diam saja menerima kepercayaan rakyatnya. Jangan hanya karena segelintir pejabat yang melakukan korupsi rakyat menyebut pemerintahan saat ini sangat korup. Masyarakat mengatakan bahwa hidup di zaman ini sangat sulit namun entah mengapa kendaraan bermotor terus saja bertambah dan pusat perbelanjaan pun semakin ramai. Tidak terkecuali dengan para pejabat dan politikus yang kini sedang berebut image ‘bersih’ di mata masyarakat dengan saling merendahkan satu sama lain. Entah virus apa yang telah menjangkiti orang-orang di negeri ini sehingga Negara Indonesia yang damai, adil, makmur, dan sejahtera sepertinya sangat tidak mungkin untuk dicapai.
Ramadhan khususnya hari ke-17 kali ini yang bertepatan dengan Nuzulul Quran seyogyanya menjadi saat yang tepat untuk bercermin kepada akhlak Rasulullah SAW. Bagaimana beliau menerima wahyu itu sendiri lalu bersedih dalam kesunyian karena orang-orang disekitarnya tidak ada yang mau mendengar seruannya. Padahal hal yang beliau lakukan semata-mata untuk memperingatkan dan memberi kabar gembira bagi orang-orang yang mengikuti seruannya. Bahkan yang senantiasa ia tangisi bukanlah keselamatannya melainkan keselamatan umatnya yaitu kita. Sikap peduli dan simpati menjadikan beliau dapat merasakan dan memahami kesulitan dari para sahabat dan orang-orang disekitarnya. Ditambah lagi dengan sifat pemurah beliau yang senantiasa memaafkan dan tidak pernah merendahkan orang lain sehingga Rasulullah mendapat gelar orang paling berpengaruh diantara 100 orang paling berpengaruh di dunia. Lalu, apa lagi yang diragukan untuk mencontoh perbuatan Rasulullah setelah ada bukti yang begitu jelasnya?
Semoga Ramadhan kali ini bisa menjadi awal dari perubahan yang baik bagi bangsa ini. Puasa yang dilakukan saat ini hendaknya dapat ditransformasikan menjadi kebiasaan menahan diri yang kuat ke dalam kehidupan sehari-hari di bulan selain Ramadhan. Karena manusia yang paling kuat adalah manusia yang dapat menahan amarahnya dan mengendalikan setiap perilakunya. Dengan pribadi yang dapat saling mendengar dan saling memahami tentunya kita dapat memulai segala sesuatunya dari awal dan menciptakan suatu situasi dan kondisi yang diidam-idamkan bersama.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar